1 UTS-1 All About Me
All About Me
Saya Tiara Kusuma Wardhani, anak tunggal yang tumbuh di kota yang sejuk dan sendu, Malang. Menjadi anak tunggal adalah sesuatu yang istimewa bagi saya, hingga saya bisa sampai pada titik ini dengan seluruh pengalaman yang saya bawa. Bagi saya, mengenal diri sendiri adalah perjalanan yang tidak pernah selesai. Semakin saya tumbuh, semakin saya sadar bahwa memahami siapa diri saya bukan sekadar soal kepribadian, tetapi juga tentang bagaimana saya berinteraksi, beradaptasi, dan membangun hubungan yang bermakna dengan orang lain.
Kalau saya harus mendeskripsikan diri saya dengan tiga kata, mungkin kata-kata itu adalah terstruktur, empatik, dan tegas. Saya termasuk orang yang suka merencanakan sesuatu dengan matang. Setiap langkah yang saya ambil biasanya sudah memiliki tujuan yang jelas, karena saya percaya bahwa hasil yang baik lahir dari proses yang terencana. Namun, di balik sifat logis dan sistematis itu, saya juga punya sisi empatik yang kuat. Saya mudah memahami perasaan orang lain dan sering kali tahu kapan seseorang sedang tidak baik-baik saja, bahkan sebelum mereka menceritakannya. Dan seperti hasil Color Personality Test saya, saya punya sisi Red, sisi yang berorientasi pada hasil, ingin segalanya berjalan efisien, dan tidak mudah puas sebelum target tercapai.
Namun, karakter seperti ini tidak terbentuk dalam semalam. Ketika saya masih SD, saya pernah merasa tidak begitu disukai oleh teman-teman saya. Mereka tetap mau berada di sekitar saya, tapi saya tahu, itu lebih karena saya pintar dan sering membantu mereka, bukan karena mereka benar-benar mengenal saya. Di masa itu, saya mulai sadar bahwa kecerdasan saja tidak cukup untuk membuat hubungan yang hangat. Ada hal lain yang lebih penting: cara kita memahami dan mengekspresikan diri.
Saat masuk SMP, hidup saya berubah pelan-pelan. Saya bertemu dengan lingkungan baru, teman-teman baru, dan situasi sosial yang menantang saya untuk beradaptasi. Di masa itu, saya belajar bagaimana caranya menunjukkan diri saya dengan cara yang lebih sehat dan otentik. Saya mulai belajar bahwa tidak semua hal perlu diatur, bahwa komunikasi bukan tentang siapa yang paling pintar bicara, tetapi siapa yang paling tulus mendengarkan. Dari situ, saya mulai mengelola kepribadian saya, bagaimana bersikap tegas tanpa membuat orang lain merasa tertekan, bagaimana jujur tanpa harus terlihat keras.
Hubungan antar manusia, bagi saya, adalah hal yang unik dan menantang. Setiap orang memiliki kepribadiannya masing-masing, dan justru di situlah letak keindahannya. Tidak semua orang bisa cocok dengan cepat, tapi kalau kita mau beradaptasi, pasti akan ada titik temu. Hubungan saya dengan orang tua adalah hubungan yang paling spesial. Dari mereka, saya belajar tentang arti kasih sayang yang tidak bersyarat dan tentang komunikasi yang sederhana tapi bermakna. Saya tumbuh di lingkungan yang mengajarkan bahwa perhatian tidak selalu ditunjukkan lewat kata-kata, kadang justru lewat tindakan kecil yang konsisten, seperti cara ibu menyiapkan makanan tanpa diminta, atau ayah yang diam-diam memastikan semua kebutuhan kami terpenuhi.
Pemahaman tentang orang lain semakin dalam ketika saya duduk di bangku SMA. Saat itu saya bertemu dengan banyak teman yang memiliki ego dan ambisi yang sama besar dengan saya. Jujur, awalnya sering bentrok. Tapi dari sanalah saya belajar bahwa setiap orang membawa cerita dan latar belakang yang membentuk cara berpikir mereka. Saya belajar menahan diri, mencoba memahami bukan untuk membenarkan, tapi untuk menemukan keseimbangan. Itulah titik di mana empati saya mulai tumbuh bukan hanya sebagai reaksi emosional, tapi sebagai sikap hidup.
Dalam berinteraksi, saya menjunjung tinggi nilai kepercayaan dan kasih sayang yang membawa kebaikan. Saya percaya bahwa hubungan yang tulus hanya bisa tumbuh kalau ada rasa percaya. Kepercayaan adalah fondasi dari setiap bentuk komunikasi interpersonal yang sehat. Saya selalu berusaha membangun hubungan yang berlandaskan saling menghargai, dan menebarkan energi positif di setiap kesempatan. Mungkin karena itu saya sering dijuluki teman-teman sebagai βsi paling positive vibesβ di fakultas. Saya tidak menganggap itu pujian semata, tapi pengingat bahwa sikap saya bisa memengaruhi suasana orang lain.
Meski begitu, saya bukan orang yang sempurna. Ada hal-hal yang masih saya perjuangkan dalam diri saya sendiri. Salah satunya adalah kecenderungan untuk menunda-nunda sesuatu yang sudah direncanakan. Lucunya, ini agak bertentangan dengan sifat terstruktur saya. Kadang saya punya rencana besar dan matang, tapi menundanya terlalu lama sampai akhirnya saya kecewa pada diri sendiri. Namun, saya belajar untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri. Saya berusaha menjaga ritme saya, menerima bahwa produktivitas juga punya siklusnya. Yang penting bukan seberapa cepat saya bergerak, tapi seberapa konsisten saya melangkah.
Dalam menghadapi konflik, saya lebih memilih untuk tenang dan mencari akar masalahnya. Saya percaya setiap konflik punya sebab yang bisa diurai kalau kita mau mendengar dengan kepala dingin. Saya tidak suka memperpanjang perdebatan, karena menurut saya energi lebih baik dipakai untuk mencari solusi. Konflik memang tidak bisa dihindari, tapi bisa dikelola dengan cara yang lebih dewasa dan konstruktif.
Dalam beberapa tahun terakhir, saya belajar tentang memimpin diri sendiri. Saya mulai mengenali siapa saya, apa yang saya inginkan, apa yang memotivasi saya, dan apa yang menjadi batas kemampuan saya. Saya menyadari bahwa kepemimpinan bukan hanya soal mengatur orang lain, tapi juga tentang mengarahkan diri agar tetap berjalan di jalur yang benar, bahkan ketika tidak ada yang melihat.
Ke depan, saya ingin dikenal sebagai seseorang yang memimpin dengan tegas, tapi tetap penuh empati. Saya ingin bisa menciptakan lingkungan di mana semua orang merasa dihargai, bukan karena saya baik, tapi karena saya benar-benar mendengarkan mereka. Saya ingin menjadi pribadi yang memancarkan semangat positif, seseorang yang bisa menenangkan sekaligus menggerakkan.
Kalau ada satu pesan yang ingin saya bagikan untuk siapa pun yang membaca ini, mungkin pesannya sederhana:
βSetiap orang memiliki kecepatannya masing-masing. Jika kamu tidak bisa berlari, berjalanlah, karena kita semua unik.β
Saya percaya hidup bukan perlombaan untuk siapa yang lebih cepat sampai, tapi tentang bagaimana kita menikmati proses menuju tujuan masing-masing. Dan selama saya bisa terus belajar, memahami, dan berbuat baik, saya yakin saya sedang berada di jalur yang benar, jalur yang membawa saya menjadi versi terbaik dari diri saya sendiri.